Senin, 25 Februari 2008

CINTA KREASI SEJATI DALAM HIDUP

Oleh Turhamun

Cinta adalah sesuatu yang sangat istimewa namun itu semua juga tergantung pada siapa yang mengelola cinta tersebut. Pada dasarnya cinta adalah awal dari kehidupan, keindahan dan kebahagiaan. Dapat kita amati bersama tentang adanya dunia, mungkin saja jika Allah SWT tidak memiliki sifat Arrahman dan Arrahim dunia ini tidak pernah ada. Arrahman dan Arrahim sebagai makna perluasan dari cinta tentu saja menjadi tolak ukur kesucian cinta tersebut. Kita semua tahu Allah tidak pernah meminta apapun kepada ciptaan-Nya justru sebaliknya kita yang selalu minta kepadan-Nya. Dan Allah selalu menjanjikan sesuta untuk ciptaan-Nya, contoh saja ketika kita sebagai ciptaan-Nya berperilaku baik maka Allah akan memberikan sesuatu yang baik pula kepada kita yaitu berupa kenikmatan surga. Begitu juga sebaliknya jika kita berperilaku buruk maka Allah akan memberikan sesuatu yang buruk pula untuk kita yaitu berupa adzab neraka. Jadi sangatlah jelas bahwa kesucian cinta Allah terhadap ciptaan-Nya tidak mungkin dapat kita tandingi. Dapat kita amati bersama berapa banyak hasil cipta karya dan karsa kita yang kemudian kita hancurkan dengan tangan kita sendiri. Andai saja kita cinta terhadap apa yang ada disekitar kita niscaya dunia ini akan sejahtera.

Selanjutnya seseorang menjadi pandai itupun karena cinta, hanya saja kebanyakan orang tidak pernah merasa. Padahal sebelum ia pandai paling tidak ia cinta membaca, cinta belajar atau mencari ilmu dan cinta-cinta yang lain.

Seringkali seseorang khususnya remaja-remaja saat ini memaknai cinta hanyalah sebatas menyukai antar lawan jenis. Memang ada benarnya akan tetapi cinta disini biasa diawali oleh syahwat, sehingga seperti apa yang saya ungkapkan diatas baik buruknya cinta sangat tergantung pada pengelola cinta tersebut. Kita mungkin pernah mendengar lirik musik dangdut yang berbunyi hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Saya rasa itu sah-sah saja karena apa? Dengan adanya cinta, seseorang dapat merasakan bahagia, nyaman, tenang, damai, rindu, sedih, sakit hati, cemburu dan lain sebagainya, yang mana semua rasa itu ibarat bunga-bunga yang ada di taman. Ada bunga mawar, melati, anggrek dan sebagainya yang semuanya memiliki beraneka macam warna, warna merah, kuning, hijau,ungu, orange dan putih. Tinggal si pengelola cinta akan memilih bunga dan warna apa, jika ia menginginkan bunga mawar merah berarti ia harus mengelola cinta yang dapat menghasilkan bunga mawar berwarna merah.

Jika cinta itu terwujud dalam bentuk lawan jenis (laki-laki dan perempuan) maka rawatlah cinta itu. Tapi kita harus hati-hati karena perawatan cinta sering kali keluar dari harapan cinta yang sesungguhnya padahal setiap pecinta menginginkan cinta yang mulia yaitu cinta yang tiada terkotori dengan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah melalui apa yang ada dalam al-Quran. Tapi pada kenyataanya kebanyakan orang yang cintanya terwadahi dalam bentuk lawan jenis dalam proses prjalanannya justru mrusak cinta tersebut. Padahal cinta itu telah dibangun dari berbagai perasaan yang ada di dalam hati. Contoh dari tindakan tersebut adalah ciuman, meraba daerah vital yang mudah terangsang, bahkan bisa sampai saling berhubungan badan dan yang lebih berbahaya lagi adalah jika tindakan tersebut justru disukai satu sama lain.

Padahal jika kita ibaratkan cinta dalam wujud lawan jenis merupakan suatu berlian yang susah payah kita dapatkan karena harus menyelami dalamnya lautan dengan berbagai tantangan yang ada. Pastilah setitik debu tidak akan pernah kita perbolehkan menempel padanya apalagi memecahkan berlian tersebut. Akan kita simpan berlian itu di tempat yang aman dan jauh dari kotoran. Sama halnya cinta yang terwujud dalam lawan jenis seharusnya kita jaga dan kita rawat cinta itu dengan sebaik-baiknya jangan sampai cinta itu terkotori oleh tindakan-tindakan yang tidak di perbolehkan oleh agama dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Andai saja demikian kita bisa berjuang demi cinta dan sukses karena cinta. Untuk mengingatkan perjuangan cinta ibarat mencari permata akan saya tuliskan sebuah puisi yang saya buat pada tanggal 21, April 2006

Kasih Permata Hati

Ku arungi samudera tanpa bahtera
Ku selami dalamnya laut bermodal cinta
Cinta percaya adanya permata
Derasnya ombak ku belah dua
Karenamu, oh kasih permata hatiku

Takkan ku biarkan kau terkena debu
Terlebih redup cahaya muliamu
Kan ku jaga dengan bertauh nyawa
Kan ku bunuh nafsu angkaramurka
Demi kesejatian cinta

Oh kasih permata hati
Tiada bermakna samudera dan laut hatiku
Jika engkau tidak bersamaku
Engkaulah wujud cahaya cinta di hatiku
Izinkan aku merawat dan melestarikanmu

Iip wijayanto, Jatuh Cinta dan pacaran Islami, cinta adalah rasa suka kepada sesuatu dan orang yang merasakannya akan berusaha untu memonopoli objek yang dia cintai tersebut. Jadi sangatlah jelas bahwa cinta dalam prosesnya membutuhkan kesadaran hati agar supaya didalm memonopoli apa yang kita cintai tidaklah salah kaprah dan apapun yang kita cintai tersebut merasa senang bukan malah merasa terjajah jika kita monopoli. Tapi perlu kita ketahi bahwa cinta tidaklah harus memiliki, karena setiap apa yang kita cintai juga menjadi hak orang lain. Untuk itu cinta bukanlah bagaimana memperoleh kebahagiaan akan tetapi bagaimana kita bisa memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Jikalau kita bisa membahagikan orang lain, orang tersebut pastilah akan berusaha membahagiakan kita juga walaupun dengan cara yang berbeda. Karena disetiap hati manusia pastilah terdapat cinta, jika cinta terasbut kita olah dengan baik maka cinta itu juga akan merespon kita dengan baik pula. Maka dari itu janganlah terjebak pada cinta yang lahir karena faktor fisik karena hal ini bisa menyebabkan pendangkalan rasa untuk kemudian berputar di sekitar cinta materi yang pada ujung-ujungnya, implementasinya tidak lebih dan tidak kurang untuk pemuasan syahwat semata.

Tirulah cinta yang dimiliki oleh Yusuf a.s dimana cinta itu justru bisa menjaga dirinya dari perbuatan zina.

Ibnu QayyimAl-Juziyah, Taman Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-orang Dimabuk Rindu, Allah SWT menceritakan kisah Yusuf AS orang yang sangat dipercaya dalam upayanya yang luar biasa saat menjaga kesucian dirinya, padahal semua faktor pendukung untuk peristiwa itu telah terhimpun dalam dirinya, tidak sebagaimana yang dialami oleh orang lain pada umumnya. Sesungguhnya ia adalah seorang pemuda, yang biasanya orang muda memiliki birahi yang sangat kuat dan hidupnya yang melajang membuatnya tidak punya pelampiasan untuk memuaskan hasrat birahinya. Keberadaannya di tempat yang asing baginya, jauh dari keluarga dan negerinya, berbeda halnya dengan orang yang tinggal di klangan keluarga dan teman-temannya, dia meras malu bila perbuatannya yang macam-macam diketahui oleh mereka kareana mereka pasti tidak akan menghargainya. Akan tetapi karena ia jauh di tempat yang asing, maka semua hambatan itu sudah tiada bagi bginya. Dan lagi dia bersetatus sebagai seorang budak sehingga tidak perlu memelihara harga dirinya lagi, berbeda halnya dengan orang merdeka.

Itu dari segi Yusuf AS sedangkan dari segi wanita yang mengajaknya berbuat mesum, dia adalah seorang wanita yang berkedudukan tinggi lagi cantik sehingga kemauan hasrat kepadanya jauh lebih kuat dibandingkan dengan wanita lain yang setatusnya tidak seperti itu. Adapun pihak yang mengajak adalah wanita itu sendiri sehingga lenyaplah beban yang biasa dialami oleh lelaki yang berhasrat demikian dan kehawatiran akan ditolak ajakannya. Terlebih hasrat dari wanita yang menggebu-gebu dan rayuannya yang bertubi-tubi membuat tiada keraguan lagi bagi Yusuf bahwa ajakan itu bukan ujian untuk mengetahui kesucian dan kebobrokan dirinya. Wanita itu berada di daerah kekuasaan dan di dalam rumahnya sehingga ia mengetahui benar saat dan waktu yang tepat untuk melampiaskan hasratnya tanpa rasa khawatir ada yang mengintipnya. Selain itu ia mengunci semua pintu rumahnya agar tidak ada orang lain yang datang mendadak dan memergokinya, sementara itu ia mengejar Yusuf a.s dengan hasrat yang menggebu-gebu disertai dengan ancaman yang ditujukan kepada Yusuf bila tidak mau memenuhi keinginannya.
Akan tetapi, dengan semua kemudahan itu ia tetap tegar menjaga kesucian dirinya dan tidak mau menuruti kemauan wanita itu. Dia lebih memprioritaskan hak Alloh dan kesetiannya kepada tuannya dalam semuanya itu.

Seandainya hal itu tertimpa pada diri kita mungkinkah kita mampu bertahan seperti Yusuf, mungkinkah kita bisa mempertahankan cinta yang sudah kita tujukan kepada ia yang kita sayangi atau justru sebaliknya kita akan mengotori cinta kita dengan menghianati pasangn kita hanya dengan iming-iming kenikmatann sesaat padahal pasangan kita juga bisa memberikan itu semua tentunya dengan jalan yang halal yaitu pernikahan. Sebab itulah cinta membutuhkan pemurnian untuk mencapai kemuliaan dan kebahagiaan yang sesungguhnya seperti kata Iip Wijayanto, Jatuh cinta dan Pacaran Islami, cinta yang dimurnikan akan membawa si pecinta pada puncak tertinggi pencarian. Ini adalah wilayah tanpa kata-kata atau wilayh rasa. Bisakah kita menggambarkan dengan kalimat ketika kita di terima kerja dalam suatu perusahaan yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Pastilah akan sulit untuk kita, tapi tidak menutup kemungkinan kita akan reflek berteriak atau loncat-loncat kegirngan. Para pecinta sejati sudah tidak peduli dengan objek (siapa) yang harus ia cintai. Si pencinta sudah begeser dari mencintai yang objektif kepada yang mencintai predikatif (kerja). Dan inilah wilayah rasa yang bahkan tidak perlu lagi berkonsultasi dengan akal untuk memutuskan suatu ekspresi. Hal ini dapat kita katakn bahwa cinta yang hakiki (prediktif) akan melahirkan pencerahan bagi orang yang merasaknnya. Sementara itu cinta yang duniawi (objektif) akan melahirkan kedengkian, permusuhan, perselisihan dan lain sebagainya. Untuk itu semua mari manfaatkan cinta yang kita miliki dengan seluruh kreatifitas yang ada. Demi cinta dan untuk cinta manusia diciptakan oleh Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA
  • Al- Juzziyah, Ibnu Qayyim, Taman Orang-Orang Jatuh Cinta Dan Rekreasi Orang-Orang Dimabuk Rindu. Irsyad Baitus Salam, Bandung 2000
  • Wijayanto, Iip. Jatuh Cinta Dan Pacaran Islami, Tinta, Yogyakarta, 2003

Tidak ada komentar: